Artikel ini membahas bagaimana bahasa dan retorika memainkan peran penting dalam penyampaian khotbah, serta bagaimana khotbah bukan sekadar transfer informasi teologis, tetapi juga sebuah tindakan komunikasi persuasif yang dapat membentuk iman, identitas, dan arah hidup jemaat. Khotbah dipahami sebagai ruang di mana bahasa memiliki kekuatan untuk menyampaikan proklamasi iman, menggerakkan emosi, serta memengaruhi cara jemaat menafsirkan pengalaman rohani mereka.
Penulis menekankan bahwa retorika khotbah selalu berada dalam ketegangan antara tiga dimensi: persuasi, proklamasi, dan kuasa. Persuasi berhubungan dengan bagaimana seorang pengkhotbah meyakinkan jemaat melalui argumentasi, struktur wacana, dan daya tarik emosional. Proklamasi menegaskan bahwa khotbah adalah penyataan firman Allah yang bersifat otoritatif, bukan sekadar opini atau pidato retorik belaka. Kuasa menunjukkan dimensi performatif dari khotbah, di mana bahasa tidak hanya menggambarkan kenyataan, tetapi juga menciptakan kenyataan baru dalam iman jemaat.
Analisis artikel ini menunjukkan bahwa khotbah yang efektif membutuhkan keseimbangan antara rasionalitas dan emosionalitas. Retorika Alkitabiah yang kuat harus diolah melalui bahasa yang mampu menjembatani teks dengan konteks kehidupan jemaat. Dengan demikian, khotbah tidak jatuh pada formalitas kering, tetapi hadir sebagai pesan yang hidup, relevan, dan membebaskan. Selain itu, gaya retorika yang digunakan seorang pengkhotbah tidak hanya bergantung pada keterampilan berbicara, tetapi juga pada integritas pribadi, spiritualitas, dan keterhubungan dengan komunitas yang dilayani.
Artikel ini juga menyoroti bahaya manipulasi bahasa dalam khotbah. Ketika bahasa retorika hanya dipakai untuk mempertahankan kuasa atau agenda pribadi, khotbah kehilangan sifat proklamatifnya sebagai firman Allah. Karena itu, seorang pengkhotbah ditantang untuk selalu menjaga kesetiaan pada teks Alkitab dan sensitivitas terhadap realitas sosial jemaat. Bahasa yang digunakan dalam khotbah seharusnya menumbuhkan kesadaran kritis, menguatkan iman, dan memotivasi tindakan etis, bukan sekadar membangkitkan emosi sesaat.
Relevansi artikel ini dengan konteks Indonesia sangat besar. Gereja-gereja di Indonesia, dengan keragaman denominasi dan latar belakang jemaat, menghadapi tantangan bagaimana menjadikan khotbah tetap kontekstual, komunikatif, dan bermakna di tengah perubahan zaman. Banyak jemaat kini terbiasa dengan gaya komunikasi digital yang singkat, visual, dan interaktif, sehingga pengkhotbah dituntut untuk mengembangkan retorika yang relevan tanpa mengorbankan kedalaman teologis.
Selain itu, di Indonesia khotbah juga sering menjadi sarana membangun kesadaran sosial, misalnya terkait isu keadilan, perdamaian, dan kepedulian terhadap sesama. Dalam hal ini, retorika khotbah yang kuat dapat menjadi sarana transformatif yang menghubungkan iman dengan praksis sosial.
Lebih jauh lagi, artikel ini relevan bagi konteks pendidikan teologi di Indonesia. Lembaga pendidikan teologi perlu menekankan pelatihan homiletika yang tidak hanya berfokus pada teknik berbicara, tetapi juga pada pemahaman mendalam tentang kekuatan bahasa. Calon pendeta dan pengkhotbah perlu dilatih untuk mengintegrasikan aspek persuasi, proklamasi, dan kuasa dalam khotbah mereka, sekaligus peka terhadap konteks budaya Indonesia yang plural. Dengan demikian, khotbah dapat menjadi sarana komunikasi iman yang otentik, transformatif, dan berdampak luas dalam kehidupan jemaat dan masyarakat.
Kesimpulannya, artikel ini menegaskan bahwa khotbah bukanlah aktivitas retorik biasa, melainkan sebuah tindakan komunikasi iman yang membawa kuasa transformatif. Bahasa dan retorika dalam khotbah harus dikelola dengan bijaksana, agar tetap setia pada teks, relevan dengan konteks, dan mampu menggerakkan jemaat untuk hidup dalam iman dan tindakan nyata. Bagi Indonesia, hal ini berarti perlunya pembaruan dalam praktik berkhotbah, yang lebih dialogis, kontekstual, dan memberdayakan, tanpa kehilangan dimensi proklamatif sebagai pewartaan firman Allah.
Sumber Referensi:
Palangyos, A. C., & Ulla, M. B. (2025). Persuasion, proclamation, and power: the role of language and rhetoric in sermon delivery. Cogent Arts & Humanities, 12(1). https://doi.org/10.1080/23311983.2025.2481756