Mengerti Hati Bapa




“Athena adalah kota universitas, tempat orang-orang Romawi mengirimkan anak-anaknya untuk memperoleh pendidikan. Filo dari Alexandria mengatakan bahwa orang Athena adalah yang paling tajam otaknya dari orang Yunani. Atena juga terkenal karena kuil-kuil, patung-patung, dan tugu-tugunya.”


Saya membaca ulasan singkat ini dari sabda.org sesaat setelah perbincangan singkat saya dengan seorang murid kelas 1 dan juga seorang murid TK yang merupakan kakak beradik. Murid TK ini dengan girang mengatakan kepada saya “Bu Rut, dalam hati saya, ada Tuhan Yesus dan ada Budha” ia dan kakaknya memperagakan “setengah yang ini milik Tuhan Yesus, dan setengah yang ini untuk Budha”. Mereka menceritakan banyak hal mengenai Budha, apa yang disukainya, dan bagaimana cara berdoa yang benar. Ayahnya melarang mereka ke gereja sehingga mereka hanya akan ke gereja jika ibunya yang ada di luar negeri pulang ke Indonesia.

Saya sudah tahu bahwa banyak siswa di sekolah ini yang belum percaya pada Kristus. Lingkungan di daerah ini juga mayoritas non Kristen. Hampir di setiap rumah terdapat patung dewa namun saya tidak begitu peduli. Saya merasa itu bukanlah hal yang terlalu penting untuk dipikirkan. Terlihat dari pengajaran saya yang jarang sekali menekankan konsep penting dari Firman Tuhan. Melalui cerita dua murid ini, saya mulai memikirkan Kisah Rasul pasal 17:16-34 ketika Paulus berada di Atena. Paulus di sana hanya karena ia diantar lebih dahulu untuk menjaga keamanannya. Istilahnya Paulus numpang sebentar untuk menunggu Silas dan Timotius dari Berea. Waktu yang singkat itu tidak disia-siakan olehnya untuk melakukan apa yang dapat ia lakukan setelah ia melihat keadaan kota ini.

Saya tahu persis bahwa mengabarkan Firman Tuhan adalah tanggung jawab setiap umat percaya. Akan tetapi pelaksanaannya tidak berjalan secara konsisten. Saya merasa biasa saja saat melihat murid-murid dalam kelas saya yang belum percaya kepada Kristus. Paulus tidak hanya duduk diam ketika ia lewat sebentar di Atena. Ia mengadakan debat dengan orang di sana untuk memperkenalkan Allah yang ia sembah. Meskipun sepertinya tidak ada hasil, namun setelah kepergiannya, beberapa orang akhirnya percaya.

Semua manusia memiliki keinginan untuk hidup sehingga manusia bersekolah untuk mendapat ilmu dan bisa bekerja. Anak-anak dalam kelas saya pun demikian. Meskipun mereka belum menyadari bahwa mereka melakukan segala rutinitas ini untuk memperjuangkan kehidupan. Kolose 1:24-29 mengingatkan saya bahwa di dalam Kristus saya hidup, dan karena saya sudah hidup maka saya menyatakan saya hidup dan menjalankan hidup. Saya sudah ditebus maka saya tidak lagi hidup untuk memperjuangkan kehidupan. Justru karena saya hidup maka saya bernafas, bekerja, dan bergerak.

Ketika hari ini saya merenungkan kembali tindakan yang diambil Paulus untuk menyatakan Kristus di Atena, serta perjuangan kaum martir pada masa gereja mula-mula yang dengan berani dan tekun memberitakan injil, saya tersentak dan mendapati betapa egoisnya diri ini. Saya bersikap seolah-olah tidak aka nada yang terjadi jika murid saya tidak percaya pada Kristus. Saya lupa bahwa jika tanpa ketekunana dan keberanian para pendahulu, tidak mungkin nenek moyang saya bisa mengenal Kristus. Rasul Paulus memanfaatkan kesempatan yang singkat di Atena untuk menyatakan kerinduan hati Allah. Pernyataan iman yang berani inilah yang seharusnya saya miliki. Saya tidak boleh lalai untuk menyatakan rahasia terbesar dalam sejarah umat manusia yaitu manusia ingin hidup dan hidup itu ada di dalam Kristus. Sebab itulah kerinduan hati Bapa. Pengkhotbah mengatakan manusia diciptakan dengan kekekalan di dalam hatinya, bagaikan suatu black hole yang tidak bisa dipenuhi dengan materi apapun. Hidup manusia pun demikian, tidak bisa dipenuhi dengan kesementaraan. 

Allah ingin setiap manusia harus hidup dan tahu bagaimana harus hidup. Manusia yang Allah maksud diantaranya anak-anak di kelas saya. Saya percaya Injil adalah satu-satunya pengharapan dunia ini. Satu-satunya kemuliaan sejati yang harus dimiliki oleh setiap anak kelas saya. Pengajaran saya ke depan harus memproklamasikan Kristus yang telah menang atas maut. Murid mungkin masih bergantung sepenuhnya pada kendali orang tua. Namun, saya percaya bahwa ketika besar nanti, mereka dapat mengambil keputusan sendiri. Saya berkomitmen untuk memberitakan kebenaran Kristus di dalam pengajaran saya. Tidak hanya berhenti pada pengajaran konten semata. Saya harus menekankan sense of urgency untuk percaya pada Tuhan Yesus. Saya berharap pengajaran-pengajaran ke depan akan menjadi lebih baik lagi dalam hal landasan Kristiani dan bagaimana saya mengkomunikasikannya dalam kelas. Semoga prinsip-prinsip penting dapat saya bagikan kepada anak-anak tidak hanya melalui pengajaran di depan kelas, tetapi juga melalui devosi pagi dan komunikasi sehari-hari dengan anak-anak.



Rutsri Marlinda Pian

Medan, 23 Agustus 2016


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak