Artikel berjudul: Technology Integration as a Spectrum: Integrating Technology in Early Childhood Classrooms yang ditulis oleh Ju Lim dan Peter Wardrip mengeksplorasi bagaimana guru prajabatan pendidikan anak usia dini menggunakan teknologi di kelas PreK–3, serta sejauh mana niat mereka sejalan dengan praktik nyata di lapangan. Penelitian ini berangkat dari fenomena bahwa penggunaan teknologi digital di kelas anak usia dini semakin meningkat dalam satu dekade terakhir, meskipun banyak pihak masih berhati-hati karena khawatir teknologi tidak selalu sesuai dengan praktik pembelajaran yang holistik dan berorientasi pada perkembangan anak.
Penelitian ini menggunakan kerangka Technology Integration as a Spectrum (TIS), yaitu model yang memetakan penggunaan teknologi ke dalam empat kategori: Free Use, Guided Use, Instructional Use, dan Software-directed Use. Free Use berarti anak bebas menggunakan teknologi tanpa tujuan pembelajaran yang eksplisit. Guided Use dimulai dari inisiasi guru, tetapi diarahkan ke anak agar lebih mandiri. Instructional Use sepenuhnya diarahkan guru untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Sementara Software-directed Use bergantung pada aplikasi atau perangkat lunak yang sudah diprogram, sehingga anak cenderung menjadi pengguna pasif.
Studi kualitatif ini dilakukan terhadap tujuh guru prajabatan yang sedang menjalani program pendidikan guru anak usia dini di Amerika Serikat. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi kelas, rencana pembelajaran, refleksi mingguan, hingga artefak hasil karya murid. Analisis menunjukkan bahwa 93% penggunaan teknologi berada pada kategori Instructional Use dan Software-directed Use. Sebaliknya, Free Use dan Guided Use sangat jarang terjadi, bahkan sama sekali tidak ditemukan pada tingkat PreK dan TK. Hal ini berarti teknologi lebih sering digunakan untuk instruksi langsung atau aktivitas berbasis aplikasi yang telah terprogram, dibandingkan sebagai sarana eksplorasi bebas, kolaborasi, atau kreativitas anak.
Temuan menarik lainnya adalah adanya ketidakselarasan antara niat guru prajabatan dengan praktik di kelas. Walaupun mereka menyatakan menganut pendekatan pembelajaran yang berpusat pada anak, praktik penggunaan teknologi yang mereka lakukan justru cenderung bersifat instruksional dan didaktik. Misalnya, guru berencana menggunakan aplikasi untuk memperkaya interaksi anak, tetapi dalam pelaksanaan, aplikasi justru membuat anak bekerja sendirian tanpa komunikasi atau kolaborasi.
Kasus lain menunjukkan bahwa anak-anak usia prasekolah sering kali belum siap menggunakan aplikasi yang menuntut keterampilan kognitif tertentu, sehingga mereka hanya menekan tombol sembarangan demi mendapatkan “reward” visual dan audio dari aplikasi, bukan karena memahami konsep yang dipelajari.
Diskusi artikel ini menegaskan pentingnya keselarasan antara tujuan pedagogis dengan praktik penggunaan teknologi. Instrumen TIS dapat membantu guru merefleksikan sejauh mana penggunaan teknologi di kelas benar-benar mendukung perkembangan anak sesuai prinsip developmentally appropriate practice (DAP). Selain itu, penelitian ini menyoroti perlunya pelatihan guru yang lebih mendalam, agar mereka tidak sekadar menguasai alat digital, tetapi juga mampu menilai apakah suatu bentuk penggunaan teknologi sejalan dengan nilai-nilai pedagogis pendidikan anak usia dini.
Relevansi dengan konteks Indonesia sangat kuat. Di Indonesia, terutama setelah pandemi, banyak sekolah PAUD dan SD awal berusaha mengintegrasikan teknologi, misalnya melalui aplikasi belajar membaca atau matematika. Namun, situasi yang sama seperti di Amerika juga kerap muncul: guru menggunakan aplikasi digital terutama untuk latihan drill individual, bukan untuk membangun kolaborasi atau kreativitas anak. Padahal, karakteristik anak usia dini di Indonesia sangat beragam, baik dari segi kesiapan kognitif maupun latar belakang sosial-budaya. Jika teknologi hanya dipakai secara software-directed, anak-anak mungkin kehilangan kesempatan untuk belajar melalui bermain, berinteraksi, dan bereksplorasi.
Karena itu, pembelajaran dari artikel ini dapat diterapkan dalam pelatihan guru PAUD di Indonesia. Guru perlu diajak memahami bahwa integrasi teknologi bukan sekadar “memakai aplikasi”, melainkan sebuah spektrum. Ada saatnya teknologi digunakan secara instruksional, tetapi juga perlu kesempatan bagi anak untuk menggunakannya secara bebas, bermain, bereksperimen, atau menciptakan sesuatu. Refleksi seperti ini penting agar teknologi benar-benar mendukung tujuan pendidikan anak usia dini yang menekankan perkembangan holistik, bukan sekadar pencapaian akademik.
Kesimpulannya, artikel ini menekankan bahwa teknologi dalam pendidikan anak usia dini harus dipandang sebagai spektrum penggunaan. Guru memegang peran kunci untuk memastikan teknologi digunakan secara bermakna, sejalan dengan tujuan pedagogis, dan memberi ruang bagi anak untuk berkreasi serta berinteraksi. Untuk Indonesia, hal ini berarti pentingnya kebijakan pendidikan dan program pelatihan guru yang mendorong pemanfaatan teknologi secara seimbang, bukan hanya untuk instruksi akademis, tetapi juga untuk mendukung bermain, kolaborasi, dan kreativitas anak.
Sumber Referensi:
Lim, J., & Wardrip, P. (2024). Technology Integration as a Spectrum: integrating technology in early childhood classrooms. Teachers and Teaching, 1–19. https://doi.org/10.1080/13540602.2024.2420137
Tags:
Artikel Pendidikan